Artikel

#2019 Ganti Kurikulum?

“Kurikulum 2013 sudah ketinggalan Jaman”  merupakan salah satu artikel pendidikan yang dimuat koran nasional, yang sekarang beredar luas melalui pesan singkat WA, fb, maupun media sosial lainnya. Judul tersebut diambil dari pernyataan Indra Charismiadji, pengamat pendidikan pada saat peluncuran Indonesia  STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics) di kantor Kemendikbud (14/12). Pernyataan ini direspon dengan nada sinis di berbagai group media sosial yang saya ikuti, seperti, “biasaah, ganti menteri, ganti kurikulum”, “proyek kurikulum lagi…. atau kurikulum berbasis proyek” dan berbagai ujaran-ujaran lainnya. Dan saya menganggap ini maklum. Lihat saja, belum semua sekolah menggunakan kurikulum 2013 (K-13) yang sudah di canangkan dan diprogram sampai tahun 2019 untuk semua sekolah, guru sebagai pelaksana masih kebingungan untuk menerapkan, masih berlangsung sosialisasi-sosialisasi, penyegaran-penyegaran yang dilakukan oleh pemerintah melalui, dan tiba-tiba muncul pernyataan untuk mengganti K-13 menjadi kurikulum STEAM. Padahal belum ada refleksi, evaluasi hasil ujicoba menyeluruh dari implementasi K-13 oleh pemerintah.

Saya coba sedikit mengurai dan mengutip, menurut UU no. 20 tahun 2003 disebutkan Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi , dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengagraan kegiatan pembelajaran untuk  mencapai tujuan pendidikan nasional. Yah, jelas yang menjadi muara adalah apa yang disebut tujuan pendidikan nasional. Di sisi lain, Salah satu fungsi kurikulum  sebagai alat pendidikan adalah fungsi penyesuaian. Kurikulum berfungsi sebagai penyesuaian yang dimaksud adalah kemampuan untuk menyesuaian diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannnya. Karena lingkungan bersifat dinamis, dan terus berubah dengan perubahan yang begitu cepat. Di samping fungsi-fungsi lainnya, seperti integrating function, the diferentiating function, the propaedeutic function, and the selective fungtion. Dari sini saya mengatakan tidak salah, kurikulum terus dan terus berubah, terus melakukan penyesuaian dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan SDM (siswa) yang akan dibentuk melalui pendidikan. Dan semoga ini merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencari solusi permasalahan-permasalahan pendidikan yang dihadapi Indonesia. Bukan alasan yang “lain”, dan untuk kepentingan lainnya seperti yang dilontarkan di atas.

Saya teringat dengan pesan orang jawa “Ojo Gumunan”. Saya ilustrasikan begini. Orang yang baru pulang studi banding atau sekolah dari Jepang, akan “gumun” dan membandingkan “Jepang lebih baik dari Indonesia pada masalah ini… dan itu”. Orang yang baru pulang dari Australlia, akan bilang “Australia lebih besih, rapi, disiplin dan lain sebagainya dari pada Indonesia”. Demikian juga orang yang baru ulang dari Amereika, akan memberikan sanjungan pada Amerika dan budayanya dibandingkan Indonesia”. Semoga tidak terjadi, orang yang baru mengetahui tentang STEAM, dan bilang STEAM ah yang terbaik, dan harus memunculkan kurikulum STEAM di Indonesia sebelum ada kajian mendalam. Dan mengindahkan kesiapan SDM, perangkat, fasilitas, budaya, dan siswa-siswa yang sekarang dipunyai oleh Indonesia.

Bukan karena latah, dan memandang semua yang “import” termasuk kurikulum, itulah yang terbaik. Menyanjung tanpa mencela, menawarkan tanpa menjelekkan sepertinya lebih bijak. Jangan sampai kurikulum seperti apapun, guru yang dipojokkkan, dan pada akhirnya siswa yang menjadi korban. Kurikulum menjadi perangkat yang menakutkan sekaligus membingungkan bagi guru-guru dan siswa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *